Rabu, 01 Agustus 2012

Mengenal Kota Binjai


Profil Kabupaten KOTA BINJAI

Nama Resmi:Kota Binjai
Ibukota:Binjai
Provinsi :Sumatera utara
Batas Wilayah:
Utara : Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dan Kecamatan Hamparan Perak Kab.Deli SerdangSelatan : Kecamatan Sei Bingei Kab.Langkat dan Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli SerdangBarat : Kecamatan Selesai Kab.Langkat
Timur : Kecamatan Sunggal Kabupaten Langkat dan Deli Serdang
Luas Wilayah:59,19 km²
Jumlah Penduduk:282.415 jiwa
Jumlah :Kecamatan : 5, Kelurahan : 37, Desa : -

Kota Binjai Kebanggaan Kita
Mari berbagi cerita tentang kota kebanggaan Kita, "Kota Binjai" merupakan salah satu kota bertatus kotamadya dalam wilayah provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Binjai terletak 22 km di sebelah barat ibukota provinsi Sumatera Utara atau Medan. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai adalah ibukota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang. Saat ini, Binjai dan Medan dihubungkan oleh jalan raya Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh. Oleh karena ini, Binjai terletak di daerah strategis di mana merupakan pintu gerbang Kota Medan ditinjau dari provinsi Aceh.
Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan karena rambutan Binjai memang sangat terkenal. Bibit rambutan asal Binjai ini telah tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa Timurmenjadi komoditi unggulan daerah tersebut. Kita juga bisa melihat dari sisi sejarah kota binjai usang hingga berjaya >>>

Sejarah Kota Binjai

Berdasarkan penuturan orang-orang tua yang yang kini sudah tiada yang diperkirakan mengetahui sejarah asal usul kota Binjai, baik yang dikisahkan atau yang diriwayatkan dalam berbagai tulisan yang pernah dijumpai, bahwa kota Binjai itu berasal dari sebuah kampung yang kecil terletak di pinggir Sungai Bingai, kira-kira di Kelurahan Pekan Binjai yang sekarang. Upacara adat dalam rangka pembukaan Kampung tersebut diadakan di bawah sebatang pohon Binjai (Mangifera caesia) yang rindang yang batangnya amat besar, tumbuh kokoh di pinggir Sungai Bingai yang bermuara ke Sungai Wampu, sungai yang cukup besar dan dapat dilayari sampan-sampan besar yang berkayuh sampai jauh ke udik.
Di sekitar pohon Binjai yang besar itulah kemudian dibangun beberapa rumah yang lama-kelamaan menjadi besar dan luas yang akhirnya berkembang menjadi bandar atau pelabuhan yang ramai didatangi oleh tongkang-tongkang yang datang dari Stabat, Tanjung Pura dan juga dari Selat Malaka.
Kemudian nama pohon Binjai itulah yang akhirnya melekat menjadi nama kota Binjai. Konon pohon Binjai ini adalah sebangsa pohon embacang dan istilahnya berasal dari bahasa Karo.

Geografi Kota Binjai

Letak geografis Binjai 03°03'40" - 03°40'02" LU dan 98°27'03" - 98°39'32" BT. Ketinggian rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut. Sebenarnya, Binjai hanya berjarak 8 km dari Medan bila dihitung dari perbatasan di antara kedua wilayah yang dipisahkan oleh Kabupaten Deli Serdang. Jalan Raya Medan Binjai yang panjangnya 22 km, 9 km pertama berada di dalam wilayah Kota Medan, Km 10 sampai Km 17 berada dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang dan mulai Km 17 adalah berada dalam wilayah Kota Binjai.
Ada 2 sungai yang membelah Kota Binjai yaitu Sungai Bingai dan Mencirim yang menyuplai kebutuhan sumber air bersih bagi PDAM Tirta Sari Binjai untuk kemudian disalurkan untuk kebutuhan penduduk kota. Namun di pinggiran kota, masih banyak penduduk yang menggantungkan kebutuhan air mereka kepada air sumur yang memang masih layak dikonsumsi.

Batas wilayah

UtaraKabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
SelatanKabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
BaratKabupaten Langkat
TimurKabupaten Deli Serdang

Kota Binjai terdiri dari 5 (lima) kecamatan yaitu Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Kota, Binjai Timur, Binjai Utara, dan Binjai Barat dengan 37 kelurahan dan jumlah penduduk keseluruhan sejumlah 219.145 jiwa. Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Binjai, 2002 Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Binjai Selatan (29,96 km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Binjai Kota (4,12 km2).  

Selain dikenal sebagai kota dagang, Binjai juga dikenal sebagai kota penghasil  rambutan. Luas areal perkebunan rambutan di Kota Binjai saat ini mencapai 425 Ha dengan jumlah produksi sekitar 2.400 ton per tahun. Selain sebagai buah segar, buah rambutan juga diolah menjadi selai atau buah kaleng. Beberapa potensi wilayah dari Kota Banjai ini adalah di sektor pertanian, terutama tanaman padi, dimana pada tahun 2002 jumlah produksinya mencapai 22.266 ton. Walaupun hasil pertanian ini cukup potensial (kegiatan perekonomian terbesar ketiga di Kota Binjai), namun demikian sektor yang lebih menonjol dalam kegiatan perekonomian daerah adalah sektor industri pengolahan dan perdagangan. Sedangkan potensi peternakan, sebagian besar penghasil ternak di Kota Binjai adalah berada di Kecamatan Binjai Selatan.  
sumber : w3.depdagri.go.id,w3.wikipedia.org,w3.ciptakarya.pu.go.id



CARA MUDAH ATASI PERGAULAN BEBAS PADA ANAK (SOLUSI TUNTAS)


Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja. Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu. Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’. Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko. Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012). Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam.

Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solusi berupa dilakukannya program-program pencegahan dalam bentuk pendidikan, pencerahan dan pembinaan akhlak/budi pekerti. Menurut lembaga ini, cara terbaik pemberantasan HIV/AIDS adalah melalui penanaman nilai-nilai agama, keimanan dan ketaqwaan di kalangan masyarakat khususnya remaja. (kompas.com, 28/6/2012).

Yang menjadi persoalan, benarkah pacaran ‘sehat’ mampu menanggulangi pergaulan bebas remaja? Di samping itu, ketika penanaman nilai-nilai agama di kalangan remaja digalakkan, sejauh mana efektifitasnya untuk mencegah mereka dari pergaulan bebas? Dan bagaimana sebenarnya mengatur perilaku remaja agar terhindar dari penyakit sosial yang akan menyengsarakan kehidupan mereka dan masyarakat tersebut? Tulisan berikut menggambarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan umat Islam dalam menyelesaikan problem pergaulan bebas di kalangan remaja sehingga apa yang dikhawatirkan dari generasi masa kini dapat diatasi.

Kerusakan Akibat Gaul Bebas
Tidak bisa dipungkiri, tingginya angka penderita HIV/AIDS dan kehamilan tak dikehendaki di kalangan remaja sejatinya diakibatkan oleh maraknya pergaulan bebas. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), bila tahun-tahun sebelumnya penyebab utama HIV/AIDS adalah narkoba suntik, sekarang ini telah bergeser ke perilaku seks bebas dengan proporsi sekitar 55 persen. Padahal, diketahui bahwa pelaku seks bebas sebagiannya adalah remaja (muda-mudi). Survey yang pernah dilakukan menyebutkan separuh gadis di Jabodetabek tak perawan lagi. Sedangkan di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (BKKN. go. id , 2010).

Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan. Namun, haruslah dipahami bahwa bencana yang menimpa remaja di negeri ini bukanlah tanpa sebab manusia. Sebab Allah SWT berfirman dalam Surat Ar Ruum yang artinya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (TQS. Ar Ruum [30]

Berdasarkan petunjuk ayat di atas, pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja tentu akan menimbulkan kerusakan bagi masyarakat -karena melanggar aturan Allah SWT. Dan kini, terbuktilah hal tersebut dari tingginya angka HIV/AIDS dan angka kematian ibu dan janin akibat aborsi dan penyakit menular tersebut. Dengan demikian, nyatalah apa yang seharusnya menjadi fokus bagi penyelesaian persoalan ini, yaitu mencegah pergaulan (seks) bebas di kalangan muda-mudi.

Atas dasar itu pula maka tawaran solusi apapun yang tidak mengarah pada upaya mencegah pergaulan bebas pantas untuk ditolak. Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah upaya mencegah pergaulan bebas secara mendasar dan komprehensif sehingga bisa berdampak secara luas dan langgeng.

Dalam sistem kehidupan sekuler liberal saat ini, kebebasan berperilaku begitu diagung-agungkan. Negara pun kehilangan nyali mengatur warga negaranya karena momok demokrasi yang mengharuskan untuk mengakomodir semua kepentingan dan kelompok, termasuk kelompok para kapitalis dan liberalis. Akibatnya, benar dan salah menjadi kabur, halal-haram tak dapat jelas dibedakan. Sistem seperti ini pun telah menyeret ‘orang baik’ untuk berbuat maksiyat dan pelaku maksiyat semakin kuat.

Di sisi lain, tindakan gaul bebas sebenarnya tak bisa dilepaskan dari banyaknya rangsangan seksual. Sebab, sebagai manifestasi dari naluri manusia, kecenderungan kepada lawan jenis pada umumnya muncul apabila ada rangsangan. Sebaliknya, bila tidak ada rangsangan maka dorongan seksual kepada lawan jenis tidak muncul. Banyaknya sarana yang merangsang munculnya naluri seksual memang tak bisa dilepaskan dari sistem sekuler liberal yang saat ini diterapkan. Dengan paradigma ini, maka yang perlu dilakukan tentu bukan saja membentengi individu dengan pemahaman yang benar melalui penanaman nilai-nilai agama saja. Namun, diperlukan pula upaya lain untuk mencegah munculnya rangsangan bagi kecenderungan kepada lawan jenis.

Mengatasi Gaul Bebas
Penanaman nilai-nilai Islam tentu menjadi syarat utama untuk menumbuhkan sikap imun (kebal) terhadap semua bentuk serangan kemaksiyatan. Dengan pembinaan akidah dan hukum-hukum Islam, diharapkan para remaja mampu mengatur perilakunya sehingga tidak terjerus pada pergaulan bebas.

Meski demikian, dalam pembinaan kepada remaja khususnya, haruslah diwaspadai bentuk-bentuk promosi yang tidak mengacu pada pendekatan ideologi Islam. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mencanangkan program pendidikan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) yang konon juga berfungsi memberi pembinaan kepada remaja agar mampu melindungi organ reproduksinya dan bertanggung jawab atas perilaku seksualnya. Namun, bagaimana hasilnya? Banyak kalangan menyangsikan efektifitas program ini. Itu karena pembinaan yang dilakukan masih berpijak pada ideologi sekuler -sang biang masalah masyarakat. Akibatnya, banyak disalah gunakan. Jadi, tidak sembarang pembinaan mampu mengarahkan perilaku remaja. Hanya pembinaan yang berbasis akidah Islam saja yang diyakini memberi kontribusi positif bagi pembentukan kepribadian remaja.

Di sisi lain, ada pula persoalan penting lainnya dari sekedar pembinaan agama, yaitu tindakan meminimalisir semua bentuk rangsangan. Sebab, betapa banyak muda mudi yang sebenarnya mengetahui bahaya bahkan dosa di hadapan Allah SWT akibat gaul bebas, namun ternyata mereka terjerumus juga. Itu terjadi karena derasnya arus rangsangan di lingkungan sekitarnya sehingga mereka tidak kuasa menolak dan menahan gejolak jiwa yang mulai terpengaruh. Oleh karena itu, persoalan mencegah munculnya rangsangan harus menjadi perhatian semua pihak.

Yang jamak terjadi, rangsangan seksual biasanya berupa tindakan pornografi dan pornoaksi yang bertebaran di masyarakat. Di antara bentuk pornografi seperti tayangan televisi yang menyuguhkan pergaulan bebas muda mudi, bertaburnya sinetron yang kelihatannya Islami, namun berselubung propaganda pacaran, dan lain-lain. Demikian pula dengan menjamurnya media bacaan porno baik cetak maupun melalui internet. Sayangnya, kebijakan pemerintah untuk memblokir berbagai situs porno belum sepenuhnya berhasil mengendalikan tayangan porno di media online bahkan cetak.

Sedangkan tindakan pornoaksi seperti panggung hiburan bertabur goyang erotis dan campur baur antara laki-laki dan perempuan tentu dapat merangsang naluri seksual. Tak ketinggalan, sekolah yang menjadi benteng pembinaan remaja secara masal pun tak luput dari berbagai hal yang memunculkan rangsangan. Tak banyak yang memasalahkan pornoaksi di sekolah, padahal tidak sedikit contohnya. Diantaranya, budaya sekolah yang cenderung membiarkan tindakan pacaran - kalaupun ada sanksi hanya untuk yang sudah hamil (di luar nikah). Demikian pula dengan budaya campur baur dan membiarkan siswi perempuan bertabarruj dan mengenakan pakaian tidak syar’i.

Secara umum, mencegah munculnya rangsangan seksual memerlukan upaya dari individu, kontrol masyarakat dan peran negara. Tiap individu terutama remaja dan kaum muda harus memelihara diri dengan ketakwaan yang mendalam kepada Rabb-nya. Tatkala seorang muslim telah memiliki sifat takwa, pasti ia akan takut terhadap azab Allah SWT, akan mendambakan surga-Nya, sekaligus sangat ingin meraih keridhaan-Nya. Ketakwaannya itu akan memalingkannya dari perbuatan yang mungkar dan menghalanginya dari kemaksiatan kepada Allah SWT. Hal itu karena ia akan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT (QS. Al-Hujurat [49]: 18).

Dengan landasan takwa ini mereka juga akan memiliki keterikatan yang kuat terhadap syariat Islam sehingga mampu menolak rusaknya tata pergaulan di masyarakat. Ia akan takut melakukan maksiyat terlebih zina yang merupakan dosa besar (QS. Al Isra [17] : 32). Dengan kesadaran ini sesungguhnya secara tidak langsung ia telah mengurangi media rangsangan itu sendiri.

Orang tua (keluarga) juga mampu berperan penting menumbuhkan kesadaran individu remaja. Mereka mampu memberikan bimbingan agama, perhatian dan kasih sayang yang cukup, teladan yang menggugah, dan kontrol yang efektif.

Dorongan dari individu akan lebih efektif lagi bila terwujud dalam bentuk kesadaran untuk beramar makruf nahi munkar terhadap segala bentuk kemunkaran yang ada. Mereka bukan saja membentengi diri bahkan juga pro aktif melakukan perubahan terhadap lingkungan sekitarnya.

Kontrol masyarakat sangat diperlukan disamping untuk menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu juga mencegah menjamurnya berbagai rangsangan di lingkungan masyarakat. Jika masyarakat mampu beramar makruf nahi munkar, tidak memberikan fasilitas dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemunkaran, pornoaksi dan pornografi, niscaya rangsangan dapat diminimalisir.

Sebuah ironi terjadi di masyarakat; ditengah rusaknya pergaulan muda mudi, justru sebagian masyarakat menghendaki dan menikmati tayangan porno baik di media televisi maupun panggung-panggung hiburan. Bagaimana mungkin individu yang telah berupaya membentengi diri di rumah dan sekolah dengan penguatan akidah dan pemahaman hukum syariat tidak terpengaruh, sementara peluang untuk melanggar itu semua ada di hadapan mereka? Demikian pula dengan kebiasaan menikahkan pasangan yang telah hamil sembari tidak memberikan sanksi moral, tentu telah menambah terangnya lampu hijau bagi pergaulan bebas.

Peran negara lebih signifikan lagi dalam membentuk sistem dan tata aturan dalam masyarakat untuk mengendalikan rangsangan ini. Masalahnya, hingga saat ini negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini malu-malu (kalu bukan ragu) untuk menerapkan hukum Islam secara sempurna. Penguasa khawatir dianggap ekstrim dan memihak kelompok Islam jika menerapkan ketentuan wajib menutup aurat, melarang khalwat dengan memberikan sanksi tertentu, melarang panggung-panggung hiburan dengan alasan melanggar syariat. Padahal, keengganan inilah yang berakibat pada merebaknya rangsangan seksual di tengah masyarakat.

Negara seharusnya bertanggung jawab menerapkan sistem yang mempu menangkal semua bentuk serangan yang bisa memunculkan rangsangan seksual. Dalam Islam negara berkewajiban mengawal penerapkan hukum-hukum pergaulan yang disyariatkan Allah SWT. Hukum-hukum tersebut diantaranya :

Perintah baik kepada laki-laki maupun perempuan agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya (QS an-Nûr [24]: 30-31). Jika timbul rasa ketertarikan pada lawan jenis sementara yang bersangkutan belum mampu untuk melakukan pernikahan maka dianjurkan untuk menahannya dengan puasa. Sementara bagi yang telah mampu untuk menikah sangat dianjurkan untuk menikah.
Perintah agar memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan serta mencegah ikhtilat (campur baur).
Islam mendorong untuk segera menikah. Dengan demikian, pembatasan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan hanya terjadi dalam perkawinan yang dimulai pada usia yang relatif muda saat gharizah an-nau’ (naluri melestarikan jenis) mulai bergejolak. Adapun bagi yang belum mampu menikah, maka agar mereka memiliki sifat ‘iffah (senantiasa menjaga kehormatan) dan mampu mengendalikan diri (nafsu).
Perintah untuk mengenakan pakaian yang bisa menjaga kehormatan bagi laki-laki dan perempuan ketika mereka berada di kehidupan umum. Perempuan diwajibkan meggunakan jilbab (baju kurung terusan dari atas hingga menutup kakinya) dan kerudung. Laki-laki pun harus menutup aurat sebagaimana batasan yang telah ditetapkan syariah.

Islam juga telah menetapkan kehidupan khusus (rumah dan semisalnya) hanya terbatas bagi perempuan dan para mahramnya saja. Dengan demikian, Islam telah meminimalisisr berbagai tindak asusila di tempat-tempat pribadi yang kini banyak dilakukan muda-mudi.
Larangan khalwat (berdua-duaan), zina dan memberikan sanksi sesuai hukum syariah.
Larangan bagi kaum perempuan untuk ber-tabarruj (QS an-Nûr [24]: 60)
Larangan bagi seorang perempuan untuk bepergian jauh kecuali dengan mahrom. “Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.” (HR Muslim).

Larangan bagi laki-laki dan perempuan untuk saling berpegangan tangan atau berciuman karena bisa membangkitkan naluri seksual dan mendekati zina (QS. Al Isra [17] : 32)
Islam membatasi interaksi antar lawan jenis sebatas hubungan yang sifatnya umum, seperti muamalat atau tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan aktivitas saling mengunjungi antara laki-laki dan perempuan atau aktivitas lain yang bisa memunculkan rangsangan seksual (seperti curhat antar lawan jenis).
Islam juga telah memerintahkan kepada kaum kaum laki-laki dan perempuan agar menjauhi tempat-tempat syubhat (meragukan) dan agar bersikap hati-hati sehingga tidak tergelincir ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah.
Islam memerintahkan negara untuk memberi sanksi kepada semua pelaku yang terbukti merusak tatanan pergaulan baik dengan tindakan maupun dengan memunculkan berbagai media dan sarana kepornoan.

Dari paparan di atas, nampaklah bahwa Islam tidak mentolelir bentuk hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan (yang biasa disebut pacaran), meskipun dilakukan secara ‘sehat’ (tidak berorientasi pada hubungan seksual). Sebab, hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan hanya terjadi dalam pernikahan. Adapun pada masa pra nikah, maka laki-laki dan perempuan diwajibkan tetap terikat dengan hukum syariat. Mereka tetap tidak boleh berpacaran (berduaan, berpegangan tangan, dsb).

Dengan demikian, solusi bagi pencegahan pergaulan bebas adalah dengan menerapkan hukum-hukum pergaulan Islam dan menjaganya dengan penerapan sistem Islam oleh Khalifah (kepala negara). Tentu saja, bukan dengan pacaran ‘sehat’ apalagi kondomisasi!

Keterlibatan individu, masyarakat dan negara mutlak diperlukan dalam penerapan syariah Islam tersebut. Semua itu bukan saja dapat mencegah dari munculnya rangsangan seksual namum juga menyelesaikan bentuk rangsangan -apabila muncul- dengan solusi yang shahih. Demikianlah penjagaan Islam terhadap remaja dari pergaulan bebas.

Solusi konservatif (baik melalui pacaran sehat maupun kondomisasi) tentu tak perlu terjadi. Negara bukan saja akan menghemat angaran yang dikeluarkan hanya untuk pengadaan kondom. Namun lebih dari itu, keluhuran masyarakat akan terwujud melalui generasi yang dilahirkannya; terbebas dari penyakit menular seksual dan berkurangnya angka kematian ibu dan janin. Demikian juga akan terlahir generasi yang memiliki masa depan yang berorientasi membangun peradaban karena mereka tidak lagi disibukkan oleh pacaran atau interaksi dengan lawan jenis yang diharamkan syariah.

Kini, saatnya kita kembalikan remaja dan sistem kehidupan di negeri ini kepada syariah Islam secara kaffah. Tentu saja, semua itu tak bisa terwujud melainkan bila khilafah Islam telah nyata kembali kita hadirkan. Semoga Allah SWT memudahkan langkah-langkah kita. Aamiin ya Robbal ‘alamiin.


Judul asli :  Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas(fb,pages,Syariah & Khilafah, Solusi Bagi Permasalahan Umat)

EFEK DEMOKERASI NEGARA KRISIS

KISI-KISI : Mengungkap Hasil Penelitian di Inggris
              : Hidup Sejahtera Tanpa Demokrasi

Sebuah penelitian di Inggris yang baru dilakukan atas negara demokrasi telah memperingatkan akan temuan bahwa demokrasi berada dalam “akhir kemunduran jangka panjangnya” karena kekuatan perusahaan-perusahaan menjadi semakin menguat, para politisi menjadi semakin kurang dalam mewakili konstituen mereka dan para warga yang kecewa berhenti untuk ikut memberikan suara atau bahkan berhenti mendiskusikan masalah-masalah politik saat ini.


Laporan itu menemukan bukti di banyak wilayah-wilayah lain di mana Inggris tampaknya telah semakin menjauh dari dua tolok ukur demokrasi perwakilan yang seharusnya dimiliki: kontrol atas pengambilan keputusan politik, dan bagaimana sistem itu bisa menggambarkan masyarakat yang diwakilinya dengan cukup adil.

Stuart Wilks-Heeg, penulis utama laporan itu, memperingatkan bahwa Inggris seharusnya segera harus bertanya pada dirinya sendiri “apakah negara ini masih merupakan representasi demokrasi yang sesungguhnya?” Keanggotaan pada partai politik dan jumlah pemilih dalam pemilu telah turun secara signifikan dalam dekade terakhir, dengan hanya 1% dari para pemilih yang ikut suatu partai, dan hanya lebih 6 dari 10 orang yang berhak memilih yang menggunakan haknya pergi ke kotak suara dalam pemilu tahun 2010 dan hanya satu dari tiga orang pada pemilu di Eropa dan pada tingkat lokal. Tapi dalamnya kekecewaan publik dan berbagai cara bagaimana pemilih berpaling dari politik diungkapkan oleh suatu studi terbaru yang bahkan membuat terkejut mereka yang terlibat dalam studi itu.

Permasalahan dalam demokrasi tidak hanya terbatas di Inggris, namun juga di seluruh dunia barat lainnya baik di Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol atau tempat lahirnya peradaban Barat - Yunani, dimana para pemilih bersikap apatis, terjadinya kecurangan pemilu, pengaruh kelompok-kelompok kepentingan dan korupsi adalah kasus-kasus yang terlalu umum. Bagi setiap masalah politik, kita tahu bahwa kebohongan adalah sebuah solusi demokrasi. Bagi setiap peradaban, bagi setiap negara untuk setiap suku, setiap waktu – terdengar mantra - demokrasi adalah jawaban atas semua kerusakan yang kita rasakan. Pada dekade terakhir, kita telah melihat bagaimana Barat mengirim anak-anaknya untuk berperang di Irak dan Afghanistan untuk menyebarkan demokrasi, sementara di negerinya sendiri rakyatnya mengucilkan politik dalam demokrasi.

Demokrasi pada saat ini memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda, masyarakat sekuler Barat, tidak memiliki monopoli untuk mengklaim demokrasi sebagai milik mereka. Masayrakat lain melihat demokrasi tidak lebih dari sekedar pemilu - bahwa demokrasi harus memiliki karakter nilai-nilai dan lembaga-lembaga tertentu. Namun apa pun perbedaan kecil itu, demokrasi tidak lebih dari sekedar pemilu dan mereka yang percaya pada demokrasi mengambil sistem politik yang melembagakan kedaulatan legislatif - baik kedaulatan dalam masyarakat secara langsung maupun kedaulatan dalam perwakilan mereka yang terpilih sebagai dasar demokrasi- yaitu kemampuan untuk memilih dan membuat hukum adalah karakteristik kunci dari demokrasi.

Ada beberapa kelemahan mendasar dengan sistem pemerintahan ini, yang membuatnya tidak cocok bagi negeri-negeri Muslim. Pemilu di Irak, Afghanistan dan Pakistan semuanya menghasilkan kelompok elit yang korup, dan beralihnya Rusia kepada demokrasi telah menghasilkan oligarki yang lebih tertarik dalam menghasilkan uang daripada melayani masyarakat. Misalnya dalam dekade terakhir, sektor keuangan menurut Pusat Responsif Politik menghabiskan hampir $ 4 miliar dolar untuk melobi kongres. Karena itu anggota masyarakat biasa yang harus melakukan hubungan melalui email atau panggilan telepon dengan mereka menjadi diabaikan.

Banyak dari para pendiri demokrasi yang menguraikan pemerintahan oleh sekelompok massa dalam demokrasi. Yang menjadi keprihatinan adalah bahwa hukum tidak akan diputuskan berdasarkan manfaat sosial kepada kaum mayoritas namun akan berakar pada nafsu emosi dan kepentingan pribadi dalam upaya untuk merebut hak-hak kaum minoritas. Seperti yang dinyatakan oleh Thomas Jefferson “demokrasi tidak lebih adalah pemerintahan oleh segerombolan massa, dimana lima puluh satu persen orang akan mengambil hak-hak dari empat puluh sembilan persen gerombolan massa lainnya“.

Mengakui kelemahan-kelemahan mendasar ini, masyarakat Barat telah berusaha untuk mengurangi beberapa efek yang lebih keras dari ‘pemerintahan oleh segerombolan massa dengan melakukan berbagai pemeriksaan secara konstitusional dan politik. Biaya dan skandal lobi di Inggris yang terungkap adalah gejala dari kelas politik yang telah melupakan bagaimana seharusnya melayani masyarakat.

Pemilu Reguler Menguntungkan Kaum Elit

Sementara semua orang setuju bahwa pemimpin mereka harus dipilih, realitas atas demokrasi adalah bahwa pemilu reguler akan mendukung pemimpin yang memiliki uang dan karenanya berdampak negatif dan sulit pada pengambilan keputusan jangka panjang. Politik menjadi sesuatu untuk tentang melayani kaum elit dan bukan rakyat jelata. Yang menjadi masalah dengan pemilu yang sering dilakukan adalah bahwa semakin banyak pemilu dilakukan semakin banyak persyaratan uang yang diperlukan. Uang dan politik adalah salah satu kanker utama dalam politik demokrasi. Frekuensi pemilu membuat para politisi bertindak berat sebelah terhadap penanggulangan jangka panjang atas tantangan-tantangan dan malahan mendorong mereka untuk fokus pada popularitas jangka pendek. Sementara perencanaan suatu negara harus diukur dalam beberapa dekade, cakrawala politik hanya difokuskan pada pengelolaan siklus berita 24-jam dan bagaimana memenangkan pemilu berikutnya.

Sebagai sebuah contoh adalah bahwa seorang anggota parlemen terpilih AS pada bulan Februari 2010, sejak hari pertama, harus berencana untuk menaikkan satu juta dolar atau lebih bagi kampanyenya agar dipilih kembali dalam waktu dua tahun. Semua masalah ini memerlukan pilihan sulit dan negarawan menyukai solusi, namun mengambil keputusan seperti ini adalah seperti menulis sebuah catatan bunuh diri dalam pemilu.

Skandal pembiayaan di Inggris dimana parlemen Westminster, yang dianggap sebagai tempat lahirnya demokrasi, menghadapi krisis proporsi yang besar. Sistem ini tidak korup karena ada politisi yang korup, melainkan para politisi itu menjadi korup karena sistem yang mendasarinya adalah korup dan cacat. Jika masalahnya adalah seperti “beberapa apel busuk dalam satu negara” atau politik dari demokrasi tertentu adalah lebih buruk dari yang lainnya, orang mungkin akan memperbaiki suatu kasus untuk melakukan reformasi. Tapi masalah mendasar yang ada pada setiap sistim demokrasi sekuler, yang maju, sedang berkembang, yang besar, yang kecil, di barat maupun di timur dan tantangan jangka panjang semuanya secara konsisten menghindari tanggung jawab dan kewajiban.

Hukum Selalu Dapat Diubah Atau Ditunda

Kedaulatan legislatif yang ada di jantung peradaban Barat, kemampuan untuk membuat hukum sendiri, mengubahnya, beradaptasi dengan hukum itu dan menghentikan hukum dipertahankan sebagai salah satu landasan dasar demokrasi liberal. Sejak Peristiwa 11/9, demokrasi telah menyembelih begitu banyak prinsip-prinsip sucinya, demokrasi hanyalah teoritis, yang seharusnya menentang hal-hal seperti: pemerintahan korup, aturan-aturan yang paranoid dan pemerintahan tiran. Hak-hak kunci ini, yang tercantum dalam prinsip-prinsip pemerintahan Barat dan digunakan untuk memeras hukum-hukum lain telah diubah sesuka hati, meskipun mereka seharusnya menjadi landasan tradisi politik Barat. Namun rezim-rezim itu tidak berpura-pura bahwa mereka tidak melakukan itu dan mereka tidak juga berusaha untuk mempromosikan nilai-nilai mereka di luar negeri.

Keputusan Mayoritas Tidak Lantas Membuat Hukum Yang baik

Salah satu pilar dasar demokrasi adalah bahwa undang-undang itu dihasilkan melalui suara terbanyak. Pada dasarnya berbagai model berpotensi untuk muncul.

Kemampuan untuk mengubah hukum telah menghasilkan undang-undang yang sangat beracun. Untuk mencegah demokrasi melakukan pelanggaran tersebut, berbagai badan pencegah anti-demokrasi seperti lembaga supermayoritas dan Mahkamah Agung yang tidak dilakukan melalui pemilu telah ditempatkan, yang pengakuan eksplisit bahwa demokrasi murni dapat menghasilkan produk yang beracun. Karena itu, mengapa undang-undang yang penting harus berbeda?

Sifat beracun tentang bagaimana hukum yang disahkan dalam demokrasi itu sudah dipahami dengan baik oleh para filsuf, para pemimpin, dan suara-suara berpengaruh di Barat selama berabad-abad. Socrates dan Plato mengutarakan kemarahannya terhadap demokrasi di zaman Yunani kuno. Jefferson dan Adams memahami bahaya demokrasi murni, itulah sebabnya mengapa Amerika adalah negara republik dan mengapa demokrasi murni ditentang.

Kesimpulan

Mantra demokrasi terus menjadi alasan bagi dilakukannya intervensi militer Barat di negeri-negeri Muslim. Sementara di dalam negeri baik di Amerika Serikat dan Inggris serta Perancis, Jerman dan Italia semuanya mendapatkan hasil racun dari demokrasi, tetapi terus menyebarkan sistem pemerintahan yang korup ini di dunia Muslim. Sejak jatuhnya tembok Berlin dan ‘akhir sejarah,’ hingga sekarang ‘demokrasi adalah yang terbaik yang kita miliki,’ menunjukkan bahwa demokrasi mengalami kemunduran. Musim semi Arab telah menunjukkan bahwa dunia Muslim bekerja untuk menentukan nasibnya ke tangannya sendiri, inilah yang mengkhawatirkan dunia barat, hingga mereka berusaha untuk mempertahankan cara mereka hidup demokrasi untuk tetap hadir agar perang berlanjut. Mereka melakukan hal ini dengan hanya engan menghilangkan masalah-masalah demokrasi di dalam negeri.

Islam di sisi lain memiliki banyak detail dan telah ditulis disepanjang sejarah Islam. Sistem pemerintahan Islam - Khilafah, yang akan diuraikan dalam tulisan mendatang, memiliki aspek-aspek utama sebagai berikut:

1. Keadilan dicapai melalui peradilan yang independen dan hukum yag tetap, sehingga semua warga tahu di mana mereka berada

2. Islam telah dibangun dan didirikan di bawah langkah-langkah akuntabilitas yang ketat

3. Penyelesainya korupsi ke akar-akarnya dilakukan melalui pemisahan uang dan politik

 4. Kohesi sosial dipertahankan melalui penerapan sistim Islam dan bukan melalui layanan badan-badan rahasia



Judul Asli "AKIBAT DEMOKERASI NEGARA KRISIS" (fb,pages,Syariah & Khilafah, Solusi Bagi Permasalahan Umat)

Selasa, 31 Juli 2012

WAKTU MUTLAK DAN PENANGGALAN RELATIF


TAFAKUR RAMADAN WAKTU MUTLAK DAN PENANGGALAN RELATIF

Tanggal berapakah sekarang? Orang Indonesia menyebutnya tanggal 29 juli 2012. Orang Cina menamakannya, 11 Bing Shen 4710. Dan orang Arab mengatakan, 10 Ramadan 1433 H. Padahal harinya sama. Tetapi, kenapa kok tanggalnya berbeda? Itulah realitas. Waktu alam semesta bersifat mutlak, tetapi waktu manusia berbeda-beda, bersifat relatif.

Memang, kalender bersifat kesepakatan manusia. Bisa dalam komunitas kecil, atau bangsa, atau dunia internasional. Tiga macam kalender yang saya sebut diatas adalah tiga kalender besar dunia, yang masing-masingnya dianut oleh miliaran penduduk bumi. Kalender Masehi alias Gregorian dipakai secara internasional, antar bangsa dan negara. Kalender Cina dipakai oleh bangsa Cina dimana pun mereka berada. Demikian pula kalender Hijriyah dipakai oleh umat Islam di berbagai negara.

Perbedaan antara satu kalender dengan lainnya, terletak pada sistem penghitungan dan permulaan tahun pertamanya. Kalender Masehi menganut sistem solar yang berbasis pada peredaran bumi mengelilingi matahari, dan memulai awal tahunnya dari kelahiran Al Masih. Sekarang sudah berumur 2.012 tahun. Kalender Cina menggunakan dasar perhitungan terpadu antara sistem matahari dan bulan (lunisolar). Dan awal tahunnya dimulai dari masa pemerintahan kaisar Huang Ti. Usia kalendernya sudah 4.710 tahun. Sedangkan kalender Hijriyah berdasar pada perputaran bulan (lunar), dan dimulai dari saat hijrahnya Rasulullah SAW. Usia kalendernya sudah 1.433 tahun.

Untuk menyebut fakta alam yang sama, ternyata manusia menggunakan cara berbeda-beda, tergantung pada kepentingannya. Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi, masing-masing pengguna kalender tersebut sepakat bahwa kalender mereka berlaku internasional. Bukan hanya pada komunitas terbatas. Bahkan, semuanya ingin agar kalendernya dipakai sebagai pedoman internasional untuk menandai berbagai peristiwa.

Kalender Masehi adalah kalender yang paling global, dianut oleh hampir seluruh negara di dunia. Termasuk yang sudah punya kalender Cina dan Hijriyah. Sedangkan Kalender Cina terbatas di negaranya sendiri, dan para Cina perantauan yang masih ingin menjalin hubungan dengan bangsanya. Demikian pula kalender Hijriyah, berlaku di negara-negara Arab seperti Mesir dan Arab Saudiyah, beserta umat Islam dimana pun berada, yang berkepentingan untuk menandai peristiwa-peristiwa keagamaannya. Diantaranya, puasa Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. Semua itu, tentu saja, dimaksudkan agar pelaksanaan ibadah puasa, Idul Fitri dan Hari Raya Haji memiliki gaung syiar secara internasional.

Maka, jika terjadi perbedaan antara satu negara dengan negara lain dalam penetapan kalender Hijriyah, sebenarnya itu menyalahi tujuan dibuatnya kalender tersebut. Mestinya tidak mungkin berbeda, kecuali para penganut  kalender itu tidak ingin kalendernya mendunia. Dan hanya berlaku lokal-lokal saja. Atau, bahkan hanya terkotak-kotak dalam komunitas kecil belaka. Kalender seperti ini bakal berakhir tragis – punah – karena penganutnya akan semakin sedikit, disebabkan konflik yang terus menerus muncul karenanya. Dan tidak bisa dijadikan pedoman dalam hidup bermasyarakat.

Jadi, untuk apa dibuat kalender kalau tidak untuk disepakati dan ditaati, dimana negara-negara yang bertetangga pun bisa berbeda.  Bahkan, di dalam negara yang sama pun, ternyata ada dua kalender Hijriyah. Keadaan semacam ini akan mendorong generasi selanjutnya lebih suka memilih kalender lain yang lebih praktis. Maka, kayaknya ada yang salah dengan penanggalan Hijriyah yang berbeda saat awal Ramadan itu. Dan tentu saja harus segera diselesaikan, karena bisa menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif secara syiar.

Itulah alasannya, kenapa saya lantas mengajukan solusi memisahkan ‘awal bulan’ dengan ‘awal puasa’ Ramadan, seperti dalam tulisan sebelumnya. Karena, kalender Hijriyah di seluruh muka bumi ini harusnya sama. Kalau berbeda, menjadi aneh. Masa, di Arab Saudi dan Mesir tanggal 1 Ramadan, tapi di Indonesia tanggal 30 Syakban, misalnya. Padahal jarak antara Timur Tengah dengan Indonesia hanya 4-5 jam saja. Tentu, ada yang keliru dengan perbedaan ini. Kecuali, kedua kawasan itu berjarak 12 jam, sehingga berada di balik bumi.

Dengan memisahkan antara ‘awal bulan’ dan ‘awal puasa’, persoalannya menjadi clear. Bahwa di setiap negara yang menganut kalender Hijriyah, pada hari yang sama tanggalnya pasti sama. Tetapi puasanya bisa saja berbeda, dikarenakan alasan fikih terkait penampakan hilal. Ada yang melakukannya lebih awal, dan ada pula yang lebih akhir. Saya kira – untuk sementara waktu – tidak menjadi masalah. Karena ada landasan yang jelas. Akan tetapi akan menjadi absurd, kalau di antara negara-negara penganut kalender Hijriyah itu sendiri berada di tanggal yang berbeda-beda. Segala interaksi administrasi internasional bakal ikut bermasalah.

Mudah-mudahan umat Islam di dunia Internasional – khususnya di Indonesia – segera menyadari hal yang sangat serius ini. Segeralah duduk bersama untuk membuat kalender Hijriyah yang disepakati bersama, karena dari sinilah bermula kerbersamaan umat. Wallahu a’lam bishshawab(fb.Agus-Mustofa)


NB. Duduk bersama menyelesaikan masalah kalender Hijriah untuk meyamakan secara internasional memang penting namun itu baru bagian kecil dari masalah penting lainnya jadi terlihat yang terpenting atau kuncinya adalah bagaimana umat islam dapat menerapkan islam secara sempurna yaitu Khilafah Islamiah seperti yang pernah di contohkan oleh Nabi Muhammad saw maka permasalahan yang dianggap penting seperti masalah kalender hijriah, pembantaian kaum muslimin diburma, irak, cehnya, maroko dll dapat segera dituntaskan Wallahu a’lam bishshawab.





   

BERIJTIHAD MENCARI SOLUSI PERBEDAAN

TAFAKUR RAMADAN TEMA : "BERIJTIHAD MENCARI SOLUSI PERBEDAAN"


Betapa nikmatnya bertafakur di bulan Ramadan. Apalagi bersama sejumlah pemikir Islam, yang tulisan-tulisannya tertuang di kolom Tafakur Jawa Pos ini. Kita memperoleh banyak hikmah dan pencerahan, serta arah yang jelas dalam menjalankan agama dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa ada beberapa perbedaan diantara  buah pikiran tersebut, itu menjadi keniscayaan. Tetapi, justru disitulah Allah menaburkan hikmah dan rahmat-Nya.

Saya terkesan dengan tulisan Pak Said Aqil Siroj, ketua umum PBNU, kemarin, tentang perlunya umat Islam kembali kepada substansi ibadah puasa. Bahwa bulan suci ini harus dimaknai sebagai bulan perjuangan (syahrul jihad), bulan bertafakur (syahrul ijtihad), dan bulan berspiritual (syahrul mujahadah). Ini sungguh cocok dengan kolom Tafakur yang digagas Jawa Pos.

Maka sejak pertama tulisan saya dimuat di kolom ini, saya sudah berniat untuk mengajak pembaca Jawa Pos melakukan tafakur dan ijtihad dalam mencari solusi atas ‘masalah tahunan’ umat Islam dalam menyongsong Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. Meskipun, sebagian kita berpendapat bahwa masalah ini adalah ‘masalah kecil’ yang tidak perlu dibesar-besarkan. Tapi, saya justru melihatnya sebagai masalah yang memprihatinkan, sebagaimana disuarakan oleh jutaan umat Islam Indonesia secara diam-diam.

Saya khawatir, anggapan bahwa ini adalah hal kecil yang remeh temeh itu dikarenakan kita sudah ‘terbiasa’ menghadapinya selama bertahun-tahun. Sehingga hal yang menurut saya sangat serius ini kita anggap sebagai masalah kecil. Salah satu pengalaman yang membuat saya prihatin dan bahkan merasa malu, adalah ketika saya bermukim di Mesir ditertawai oleh sejumlah kalangan umat Islam disana.

Mereka merasa ‘aneh bin ajaib’ dengan adanya perbedaan awal waktu ibadah di Indonesia. Baik Ramadan, Syawal, maupun Dzulhijjah, sebagaimana telah saya bahas dalam tulisan-tulisan terdahulu. Menurut mereka, mestinya hal itu tidak perlu terjadi. Rasa keumatan dan kebangsaan saya tersinggung, karena mereka menyebut-nyebut umat Islam Indonesia tidak mampu menyelesaikan ‘masalah kecil’ itu. Apalagi yang lebih besar.

Maka, dalam rangka menjembatani perbedaan ini, saya mengajukan usul yang oleh kawan saya dianggap agak aneh, yakni: memisahkan antara astronomi dan fikih dalam menentukan awal ibadah. Saya meyakini, hal tersebut bisa menjadi jembatan yang sangat berarti untuk mencari titik temu dari persoalan ini. Bahwa penetapan ‘awal bulan’ Ramadan dan ‘awal puasa’ Ramadan itu seharusnya dipisahkan. Hal ini sebenarnya sudah diindikasikan oleh pihak-pihak yang berbeda pendapat.

Di tulisan pak Said Aqil Siroj kemarin misalnya, dikutipkan rujukan kenapa kalangan NU mengambil sikap harus melakukan rukyatul hilal. Yakni, karena ada perintah sebagai berikut: ‘’Berpuasalah kamu berdasar melihat hilal (bulan), dan berlebaranlah kamu berdasar melihat bulan. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah.’’ (HR. Bukhari dan Muslim).

Tentu kita sangat menghargai rujukan yang bersifat perintah ini. Sebagaimana kita juga menghargai pendapat yang berbeda, yang merujuk kepada perintah ayat Qur’an: ‘’…barangsiapa menyaksikan datangnya bulan (Ramadan), hendaklah dia berpuasa di dalamnya.’’ [QS. Al Baqarah: 185].

Jadi, kedua belah pihak yang berbeda sebenarnya sama-sama berdasar pada perintah. Yang satu berdasar pada perintah hadits, yang lainnya berdasar pada perintah Al Qur’an. Yang satu berpatokan pada hilal alias bulan sabit yang terlihat mata, sedangkan yang lainnya berpatokan pada syahr alias bulan Ramadan yang ditandai oleh fase sesudah ijtima’. Tentu keduanya benar, sebagaimana dikatakan oleh pak Said Aqil Siroj, di tulisan tersebut. Karena itu, sebaiknya kita tidak usah mermpersoalkan fikih ibadah puasa ini lebih jauh.

Yang saya usulkan disini bukan sisi fikihnya, melainkan sisi Ilmu Falak alias Astronominya. Karena, secara astronomis, acuannya sangat jelas dan bisa dicek langsung di lapangan oleh seluruh penduduk Bumi. Sehingga mestinya tidak terjadi perbedaan. Baik yang muslim maupun yang bukan. Bahwa, Bulan itu memiliki fase-fase yang berbeda, diantaranya ada ‘bulan tua’ dan ‘bulan muda’. Pakar Ilmu Falak dari pihak-pihak yang berbeda pendapat sudah sama-sama mumpuni dalam hal ini, dan terbukti bisa memperoleh kesimpulan yang sama dalam menghitung ijtimak akhir Syakban: Kamis, 19 Juli 2012, sekitar pk.11.25 wib.

Maka, sebenarnya semua sudah tahu, bahwa setelah ijtimak alias konjungsi pastilah datang fase ‘bulan baru’, yakni bulan Ramadan. Penandanya, diantaranya adalah pada lengkungan bulan sabitnya. Pada ‘bulan tua’, lengkungan sabitnya ke arah kanan. Sedangkan pada ‘bulan baru’, lengkungan sabitnya ke arah kiri. Saya yakin, seyakin-yakinnya, tidak ada perbedaan dalam hal ini bagi siapa saja yang mengerti Ilmu Falak.

Perbedaan itu memang bukan pada: sudah masuk atau belum masuknya bulan baru Ramadan, melainkan pada: kapan harus memulai puasa. Bagi yang mendasarkan awal puasanya dengan melihat hilal secara kasat mata, adalah benar untuk memulai puasanya di hari Sabtu, karena rujukan perintahnya memang begitu. Sebaliknya, bagi yang berpegang pada perintah agar berpuasa ketika syahr Ramadan sudah masuk, juga benar untuk memulai puasanya di hari Jumat, karena rujukannya juga demikian. Ini adalah perbedaan fikih alias khilafiyah yang tak perlu diperlebar lagi.

Sehingga, demi jalan tengah itu, saya lantas mengusulkan, mestinya redaksi penetapan ‘awal puasa’ Ramadan itu berbunyi begini: ‘’Semua pihak yang berkompeten sepakat bahwa bulan Syakban sudah berakhir hari Kamis, 19 Juli 2012, pk. 11.25 wib. Karena itu, Kamis sore ini bulan Ramadan sudah datang. Tetapi karena hilal tidak kelihatan, maka sesuai sunah Rasulullah SAW kita memulai puasa esok lusa, di hari Sabtu.’’. Wallahu a’lam bishshawab.(fb.Agus-Mustofa)
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management